Informasi Dunia Cyber kami Sajikan Dengan Lugas dan Akurat
Sejarah IT Indonesia Perkembangan IT Indonesia Landasan hukum
Cyber Crime Cyber Law
Pengertian Piracy Hak Cipta dan Hukum yg melindunginya Contoh Kasus Piracy
Senin, 25 Maret 2013 | 21.49 | 0 Comments

Perbandingan Hukum IT di Indonesia ,Singapura,dan Amerika Serikat

"Kasus cyber crime di Indonesia adalah nomor satu di dunia," kata Brigjen Anton Taba, Staf Ahli Kapolri.

Kutipan diatas yang diambil dari sini mengawali pembahasan kita mengenai Cyber Crime, khususnya di Indonesia. Cyber Cryme makin marak disebabkan kurang tegasnya aturan yang mengikat dalam hal IT. Ditambah dengan keberadaan IT yang merupakan barang baru bagi bangsa indonesia menyebabkan lemahnya pngawasan sisi IT ini. Terlebih baru saja kasus pembobolan bank hingga video porno artis menjadi motivasi pemerintah indonesia membuat undang – undang IT. Namum seberapa tangguhkah undang – udang IT di Indonesia?
            Dari itulah saya mencoba membandingkan  perbedaan Undang – undang IT di Indonesia dengan 2 negara lainnya. 

1. Indonesia Raya
            Di indonesia, banyak sekali pelanggaran bahkan penyalahgunaan IT dari penipuan pembelian Online, pembobolan atm, pelanggaran privasi hingga penyebaran konten – konten asusila atau semacamnya. Oleh sebab itu mulai di buatlah undang – undang IT di Indonesia tercinta ini.
            Hukum bagi dunia maya pun tertuang pada berbagai pasal. Adapun Cyberlaw tersebut adalah sebagai berikut :
Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas)
Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP
UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia
Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual
Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik(phising?))
Namun Seperti masalah spamming, penyebaran spam sangat mengganggu pengguna internet belum mendapat perhatian kusus dan undang – undang tersebut masih dirasa kurang lengkap dan kurang memenuhi kebutuhan IT.



2. Singapore
Lain Indonesia lain pula Singapore yang memiliki cyberlaw yaitu The Electronic Act (Akta Elektronik) 1998, Electronic Communication Privacy Act (Akta Privasi Komunikasi Elektronik) 1996.
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi di Singapura.
UU ini dibuat dengan tujuan:
Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin / mengamankan perdagangan elektronik.
Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan.
Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll.
Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik.
Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.

Isi The Electronic Transactions Act mencakup hal-hal berikut:
Kontrak Elektronik: didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan: mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut. Pemerintah Singapore merasa perlu untuk mewaspadai hal tersebut.
Tandatangan dan Arsip elektronik: Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.

Di Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan online,copyright,kontrak elektronik sudah ditetapkan. Namun, masalah perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.



3. Amerika Serikat

Pada negara Adi daya ini, salah satu Cyber Law nya mengatur transaksi elektronik. Aturan ini dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA) yang merupakan  Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL). Adapun tujuan dari aturan ini adalah  untuk membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :
Pasal 5 : mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
Pasal 7 : memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
Pasal 8 : mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
Pasal 9 : membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal 10 : menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
Pasal 11 : memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
Pasal 12 : menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
Pasal 13 : “Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
Pasal 14 : mengatur mengenai transaksi otomatis.
Pasal 15 : mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Pasal 16 : mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.


Referensi :

referensi gambar :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6UeNmEYCGpWUBupLs-Lo8sn9Kz88NwkFq_HTc3dm4WRQ7gsYZfHs1Oiw245a5_j_WjZkxYBUL67TzGPjcMMK2EokZNtI_beMW8DqDDpZiUU9AYcp5iAoIXchYFYpOkmmvT-uZ-FPFg5Oh/s400/CYBER+POLICE.jpg

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEguPa6n1wH4UAWuPgHHMV2oswycfhxu4OFpHDhVpeqf4oTGjfTXy2KQBuVPYcZrwI6Em4Hlx0v1bNcQEDRVqGZ9qrS0lc47qS1rTjKNVZbhrNvlHb_ML6LobSJvWSkpbvx3vuOMWbLvKCc6/s1600/6a341816.jpg

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZO54MHDYf_hpFor_UlHX9oDT46atEvl4llBt_qeYKmJInP3QZpZVPNVUFEku2ctUe9j9fQhBI4KtwW5tuy28JQ3VyKFmKw_46b_7KJpcJ9s3JTlqsEQgSKkBw-qLmlMHguH5tuuJMuIo/s400/jol.jpg

http://i.okezone.com/content/2008/11/17/55/164711/myMHDYYs56.jpg

Read more

7 Kasus Kejahatan Dunia Cyber

Kejahatan di dunia maya (cyber crime) sekarang berada di urutan kedua setelah kejahatan narkoba, baik dilihat dari nilai keuntungan materi yang diperolehnya, maupun kerugian dan kerusakan bagi para korbannya.

Meskipun beritanya sudah berulangkali disiarkan oleh media, tampaknya ketiadaan kesadaran publik menjadi keuntungan bagi pihak pencuri-pencuri itu, dan hal ini dibuktikan oleh fakta bahwa banyak orang masih bisa dicuri hanya dengan trik-trik online yang sederhana. Sebagian situs menggiring anda melalui suatu lika-liku implementasi digital paling berbahaya di dunia, maka berhati-hatilah dengan kegiatan online anda. Berikut ini 7 Macam Tindakan Kriminal Di Dunia Maya, yaitu :

1. Kodiak
Tahun 1994, Kodiak mengakses rekening dari beberapa pelanggan perusahaan besar pada bank utama dan mentransfer dana ke rekening yang telah disiapkan oleh kaki tangan mereka di Finlandia, Amerika Serikat, Jerman, Israel dan Inggris. Dalam tahun 2005, dia dijatuhi hukuman dan dipenjara selama tiga tahun. Diperkirakan Kodiak telah mencuri sebesar 10,7 juta dollar.

2. Don Fanucci
Di usia 15 tahun, Don Fanucci melakukan suatu rangkaian serangan pada bulan Februari 2000 terhadap beberapa situs web komersil ber-traffick tinggi. Dia dihukum tahanan kota di tempat tinggalnya, Montreal, Quebec, pada 12 September 2001 selama delapan bulan dengan penjagaan terbuka, satu tahun masa percobaan, pembatasan pemakaian Internet, dan denda. Kerusakan ekonomi secara global sebagai akibat serangan-serangannya itu diyakini mencapai 7,5 juta hingga 1,2 milyar dollar.

3. Pox
Salah satu pencipta virus e-mail “Love Bug” (iloveyou), Pox, diduga telah menginfeksi dan melumpuhkan lebih dari 50 juta komputer dan jaringan pada 4 Mei 2000. Virus tersebut juga menyerang komputer-komputer milik Pentagon, CIA dan organisasi-organisasi besar lainnya dan menyebabkan kerugian berjuta-juta dolar akibat kerusakan-kerusakan. Karena Pilipina tidak mempunyai undang-undang yang melawan kejahatan hacking komputer, Fox tidak pernah didakwa atas kejahatan-kejahatannya.

4. Mishkal
Mishkal dituduh sebagai salah satu godfather pemalsu kartu kredit di Eropa Timur. Dia dan rekanan-rekanannya dituduh memproduksi secara masal kartu kredit dan debet palsu. Pada satu titik, mereka dilaporkan memiliki pendapatan hingga 100.000 dollar per hari. Dia ditangkap namun kemudian dibebaskan setelah enam bulan ditahan, dan dengan segera dicarikan kedudukan di pemerintahan Ukrainia – sebuah posisi yang akan memberikan kepadanya kekebalan otomatis dari penuntutan lebih lanjut.

5. The Wiz dan Piotrek
The Wiz, 23 tahun, dan Piotrek, 27 tahun, dari Chelyabinsk, Rusia, dihukum untuk sejumlah tuntutan perkomplotan, berbagai kejahatan komputer, dan penipuan mengikat melawan lembaga-lembaga keuangan di Seattle, Los Angeles dan Texas. Di antaranya, mereka mencuri database dari sekitar 50.000 kartu kredit. Keduanya didenda dan dihukum sedikitnya tiga tahun penjara.

6. Roper, Red_Skwyre, Dan Dragov
Tiga orang ini adalah inti dari jaringan kejahatan dunia maya dengan memeras uang dari bank-bank, Kasino-kasino internet, dan berbagai bisnis berbasis web lainnya. Strategi mereka sederhana, yakni meng-hack dan menahan proses transaksi rekening untuk sebuah tebusan sebesar 40.000 dollar. Didakwa menyebabkan kerusakan langsung lebih dari 2 juta poundstarling dan kerusakan-kerusakan tidak langsung sekitar 40 juta poundstarling. Dalam bulan Oktober 2007, trio itu dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman delapan tahun penjara.

7. Bandit
Bandit memanipulasi kira-kira 500.000 komputer dan menyewakannya untuk aktivitas kejahatan. Dia ditangkap pada bulan November 2005 dalam sebuah operasi FBI, dan dihukum 60 bulan penjara, dan diperintahkan untuk menyerahkan sebuah mobil mewahnya seharga 58.000 dollar yang berasal dari hasil kejahatannya. Dia juga diperintahkan untuk membayar 15.000 dollar sebagai ganti rugi kepada pemerintah Amerika Serikat untuk komputer-komputer militer yang terinfeksi.


Sumber : 
http://onthespot7langka.blogspot.com/2011/08/7-macam-tindakan-kriminal-di-dunia-maya.html
Read more

Apa yang dimaksud Cyber Law

Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan Hukum Siber. Istilah hukum siber diartikan sebagai padanan kata dari Cyber Law, yang saat ini secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi  (Law of Information Technology) Hukum Dunia Maya  (Virtual World Law)  dan Hukum Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual.
Dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan yang bersifat tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik yang pada awalnya sulit dikategorikan sebagai delik pencurian tetapi akhirnya dapat diterima sebagai perbuatan pidana. Kenyataan saat ini yang berkaitan dengan kegiatan siber tidak lagi sesederhana itu, mengingat kegiatannya tidak lagi bisa dibatasi oleh teritori suatu negara, aksesnya dengan mudah dapat dilakukan dari belahan dunia manapun, kerugian dapat terjadi baik pada pelaku internet maupun orang lain yang tidak pernah berhubungan sekalipun misalnya dalam pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di internet.
Di samping itu masalah pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat data elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia, tetapi dalam kenyataannya data dimaksud juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Sehingga dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian cepat. Teknologi infomasi telah menjadi instrumen efektif dalam perdagangan global.
Kegiatan siber meskipun bersifat virtual dapat  dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis  untuk ruang siber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk mengkategorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional  untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum. Kegiatan siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula  sebagai orang yang telah  melakukan  perbuatan  hukum secara nyata.
Prinsip dan Pendekatan Hukum dalam RUU ITE
Terdapat tiga pendekatan untuk mempertahankan keamanan di cyberspace, pertama adalah pendekatan teknologi, kedua pendekatan sosial budaya-etika, dan ketiga pendekatan hukum. Untuk mengatasi gangguan keamanan pendekatan teknologi sifatnya mutlak dilakukan, sebab tanpa suatu pengamanan jaringan akan sangat mudah disusupi atau diakses secara ilegal dan tanpa hak. Dengan hadirnya masyarakat yang diyakini sebagai masyarakat dunia, antara lain ditandai dengan pemanfatan teknologi informasi termasuk pengelolaan sistem informasi dan sistem elektronik yang semakin meluas dalam berbagai aktivitas kehidupan manusia.
Kondisi yang demikian pada satu pihak membawa manfaat bagi masyarakat karena memberikan kemudahan dalam berbagai aktifitas terrutama yang terkait dengan pemanfaatan informasi. Namun disisi lain, hal tersebut memicu lahirnya berbagai bentuk konflik dimasyarakat sebagai akibat dari penggunaan yang tidak bertanggung jawab.
Keberadaan internet sebagai salah satu institusi dalam arus utama dunia lebih dipertegaskan lagi dengan maraknya perniagaan elektronik (E-Commerce). E-Commerce ini tidak hanya telah menjadi mainstream budaya negara-negara maju tetapi juga telah menjadi bagian dari model transaksi di Indonesia.
Dalam kegiatan perniagaan, transaksi memiliki peran yang sangat penting. Pada umumnya, makna transaksi sering direduksi sebagai perjanjian jual beli antar para pihak yang bersepakat untuk itu. Padahal dalam perspektif Yuridis, terminologi transaksi tersebut pada dasarnya merupakan keberadaan suatu perikatan ataupun hubungan hukum yang terjadi antara para pihak. Makna yuridis dari transaksi pada dasarnya lebih ditekankan pada aspek materil dari hubungan hukum yang disepakati oleh para pihak, bukan perbuatan hukumnya secara formil. Oleh karena itu, keberadaan ketentuan-ketentuan hukum mengenai perikatan tetap mengikat meskipun terjadi perubahan media ataupun perubahan tata cara bertransaksi.
Dengan demikian, transaksi secara elektronik pada dasarnya merupakan perikatan atau hubungan hukum yang dilakukan secara elektronik dengan memadukan jaringan dari sistem elektronik berbasiskan komputer dengan sistem komunikasi, yang selanjutnya difasilitasi oleh keberadaan jaringan komputer global atau internet.
Dalam lingkup publik, maka hubungan hukum tersebut akan mencakup hubungan antara warga negaradengan pemerintah maupun hubungan antara sesama anggota masyarakat yang tidak dimaksud untuk tujuan-tujuan perniagaan.
Regulasi Cyber Law
Sebagai warga dunia, regulasi cyber law menjadi bagian penting dalam sistem hukum positif secara keseluruhan. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat perlu segera menuntaskan Rancangan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) untuk dijadikan hukum positif, mengingat aktivitas penggunaan dan pelanggarannya telah demikian tinggi.
Regulasi ini merupakan hal yang sangat ditunggu-tunggu masyarakat demi terciptanya kepastian hukum. RUU ITE sendiri secara materi muatan telah dapat menjawab persoalan kepastian hukum yang diikuti dengan sanksi pidananya. Demikian juga tindak pidana dalam RUU ITE ini diformulasikan dalam bentuk delik formil, sehingga tanpa adanya laporan kerugian dari korban aparat sudah dapat melakukan tindakan hukum. Hal ini berbeda dengan delik materil yang perlu terlebih dulu adanya unsur kerugian dari korban.
RUU ITE merupakan satu upaya penting dalam setidaknya dua hal pertama: pengakuan transaksi elektronik dan dokumen elektronik dalam kerangka hukum perikatan dan hukum pembuktian, sehingga kepastian hukum transaksi elektronik dapat terjamin Kedua: Diklasifikasikannya tindakan-tindakan yang termasuk kualifikasi pelanggaran hukum terkait penyalahgunaan TI disertai sanksi pidananya.
Pada saatnya, setelah RUU ITE diundangkan, Pemerintah perlu pula untuk memulai penyusunan regulasi terkait dengan tindak pidana siber (Cyber Crime), mengingat masih ada tindak-tindak pidana yang tidak tercakup dalam RUU ITE tetapi dicakup dalam instrumen Hukum Internasional, sehingga regulasi yang dibuat akan sejalan dengan kaidah-kaidah internasional, atau lebih jauh akan merupakan implementasi (implementing legislation) dari Konvensi yang saat ini mendapat perhatian begitu besar dari masyarakat internasional.
Ruang Lingkup Cyber Law
Ruang lingkup cyberlaw yang memerlukan perhatian serius di Indonesia saat ini yakni;
Kriminalisasi Cyber Crime atau kejahatan di dunia maya.
Dampak negatif dari kejahatan di dunia maya ini telah banyak terjadi di Indonesia. Namun karena perangkat aturan yang ada saat ini masih belum cukup kuat menjerat pelaku dengan sanksi tegas, kejahatan ini semakin berkembang seiring perkembangan teknologi informasi. Kejahatan sebenarnya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tidak ada kejahatan tanpa masyarakat. Benar yang diucapankan Lacassagne bahwa masyarakat mempunyai penjahat sesuai dengan jasanya . Betapapun kita mengetahui banyak tentang berbagai faktor kejahatan yang ada dalam masyarakat, namun yang pasti adalah bahwa kejahatan merupakan salah satu bentuk prilaku manusia yang terus mengalami perkembangan sejajar dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.
Aspek Pembuktian
Saat ini sistem pembuktian hukum di Indonesia (khusunya dalam pasal 184 KUHAP) belum mengenal istilah bukti elektronik/digital (digital evidence) sebagai bukti yang sah menurut undang-undang. Masih banyak perdebatan khususnya antara akademisi dan praktisi mengenai hal ini. Untuk aspek perdata, pada dasarnya hakim dapat bahkan dituntun untuk melakukan rechtsvinding (penemuan hukum). Tapi untuk aspek pidana tidak demikian. Asas legalitas menetapkan bahwa tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana jika tidak ada aturan hukum yang mengaturnya (nullum delictum nulla poena sine previe lege poenali) . Untuk itulah dibutuhkan adanya dalil yang cukup kuat sehingga perdebatan akademisi dan praktisi mengenai hal ini tidak perlu terjadi lagi.
Aspek HAKI
Aspek Hak Atas Kekayaan Intelektual di cyberspace, termasuk didalamnya hak Cipta dan Hak Milik Industrial yang mencakup paten, merek, desain industri, rahasia dagang, sirkuit terpadu, dan lain-lain.
Standardisasi di bidang telematika
Penetapan standardisasi bidang telematika akan membantu masyarakat untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan teknologi informasi.
Aturan-aturan bidang IT
§  Aturan-aturan di bidang E-Bussiness termasuk didalamnya perlindungan konsumen dan pelaku bisnis.
§  Aturan-aturan di bidang E-Government. Apabila E-Government di Indonesia telah terintegrasi dengan baik, maka efeknya adalah pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik.Aturan tentang jaminan keamanan dan kerahasiaan Informasi dalam menggunakan teknologi informasi.
Yurisdiksi hukum
Cyberlaw tidak akan berhasil jika aspek ini diabaikan. Karena pemetaan yang mengatur cybespace menyangkut juga hubungan antar kawasan, antar wilayah, dan antar negara. Sehingga penetapan yurisdiksi yang jelas mutlak diperlukan.
Upaya yang sedang dilakukan pemerintah saat ini dalam rangka menyusun payung hukum ruang cyber melalui usulan Rancangan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) memang patut dihargai. Rancangan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik memuat beberapa hal yakni;masalah yurisdiksi, perlindungan hak pribadi, azas perdagangan secara e-comerce, azas persaingan usaha usaha tidak sehat dan perlindungan konsumen, azas-azas hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan hukum Internasional serta azas Cyber Crime . Kendati Rancangan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik telah diusulkan dan di bahas oleh Pemerintah (melalui Depkominfo) dan DPR, namun hasil riil berupa disahkannya RUU tersebut menjadi Undang-undang belum tercapai. Menurut pemerintah, masih ada beberapa Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang perlu dilakukan pembahasan lagi. Padahal Rancangan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik menurut pengamatan penulis telah di susun sejak tahun 2001 yang lalu. Waktu yang terbilang cukup lama, jika dibanding dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi.
RUU ITE yang saat ini sedang dibahas merupakan hasil kombinasi antara Rancangan Undang-undang Teknologi Informasi (RUU PTI) dirancang oleh pusat studi hukum teknologi informasi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran dan Rancangan Undang-Undang Tandatangan Digital dan Transaksi Elektronik oleh Lembaga Kajian Hukum Dan Teknologi UI.
Di tingkat Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui komisi khususnya, The United Nations Commissions on International Trade Law (UNCITRAL), telah mengeluarkan 2 guidelines yang terkait dengan transaksi elektronik, yaitu UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce with Guide to Enactment 1996 dan UNCITRAL Model Law on Electronic Signature with Guide to Enactment 2001. Sedangkan di Uni Eropa, dalam upaya mengantisipasi masalah-masalah pidana di cyberspace, Uni Eropa mengadakan Convention on Cybercrime yang didalamnya membahas jenis-jenis kejahatan apa saja yang dikategorikan sebagai cyber crime. Di bdiang perdagangan elektronik, Uni Eropa mengeluarkan The General EU Electronic Commerce Directive, Electronic Signature Directive, dan Brussels Convention on Online Transactions. Aturan-aturan serupa juga dikeluarkan lembaga-lembaga internasional seperti WTO, ASEAN, APEC dan OECD .
Untuk negara-negara berkembang, Indonesia bisa bercermin dengan negara-negara seperti India, Banglades, Srilanka Malaysia, dan Singapura yang telah memiliki perangkat hukum di bidang cyberlaw atau terhadap Armenia yang pada akhir tahun 2006 lalu telah meratifikasi Convention on Cybercrime and the Additional Protocol to the Convention on Cybercrime concerning the criminalisation of acts of a racist and xenophobic nature committed through computer system.
Survei yang dilakukan oleh Stein Schjolberg mantan hakim di Oslo terhadap 78 negara di dunia menempatkan Indonesia sama seperti Thailand, Kuwait, Uganda, dan Afrika Selatan yang belum memiliki perangkat hukum pendukung di bidang cyberlaw.
Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan Negara-negara Asia lainnya apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara Uni Eropa yang telah memiliki perangkat hukum lengkap di bidang cyberlaw.
Ketiadaan perangkat hukum di bidang cyberlaw di Indonesia mengakibatkan terjadinya kesenjangan hukum di masyarakat. Namun demikian Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa apabila timbul kesenjangan antara hukum dengan perubahan dalam masyarakat, maka kesenjangan itu termasuk hal yang normal. Karena hukum sebetulnya sudah diperlengkapi dengan peralatan teknik untuk bisa mengatasi kesenjangan tersebut. Dalam keadaan demikian hukum tidak selalu harus di ubah secara tegas. Namun dapat dilakukan adaptasi hukum terhadap perubahan masyarakat .
Untuk membangun pijakan hukum yang kuat dalam mengatur masalah-masalah hukum di ruang cyber (internet) diperlukan komitmen kuat pemerintah dan DPR. Namun yang lebih penting lagi selain komitmen adalah bahwa aturan yang dibuat nantinya merupakan produk hukum yang adaptable terhadap berbagai perubahan khususnya di bidang teknologi informasi. Kunci dari keberhasilan pengaturan cyberlaw adalah riset yang komprehensif yang mampu melihat masalah cyberspace dari aspek konvergensi hukum dan teknologi. Kongkretnya pemerintah dapat membuat laboratorium dan pusat studi cyberlaw di perguruan-perguruan tinggi dan instansi-instansi pemerintah yang dianggap capable di bidang tersebut. Laboratorium dan pusat studi cyberlaw kemudian bekerjasama dengan Badan Litbang Instansi atau Perguruan Tinggi membuat riset komprehensif tentang cyberlaw dan teknologi informasi. Riset ini tentu saja harus mengkombinasikan para ahli hukum dan ahli teknologi informasi. Hasil dari riset inilah yang kemudian dijadikan masukan dalam menyusun produk-produk cyberlaw yang berkualitas selain tentunya masukan dari pihak-pihak lain seperti swasta, masyarakat, dan komunitas cyber.
Selain hal tersebut hal paling penting lainnya adalah peningkatan kemampuan SDM aparatur hukum di bidang Teknologi Informasi mulai dari polisi, jaksa, hakim bahkan advokat khususnya yang menangani masalah-masalah ini. Penegakan hukum di bidang cyberlaw mustahil bisa terlaksana dengan baik tanpa didukung SDM aparatur yang berkualitas dan ahli di bidangnya.
Sumber:
§  Prof. Dr. Otje Salman Soemadiningrat, SH.

Read more

Apa yang dimaksud Cyber Crime

Apa yang dimaksud cybercrime?????
1.Pengertian Cybercrime
Cybercrime adalah tidak criminal yang dilakkukan dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi computer khusunya internet. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi computer yang berbasasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.
Cybercrime memiliki karakteristik unik yaitu :
1. Ruang lingkup kejahatan
2. Sifat kejahatan
3. Pelaku kejahatan
4. Modus kejahatan
5. Jenis kerugian yang ditimbulkan
Dari beberapa karakteristik diatas, untuk mempermudah penanganannya maka
cybercrime diklasifikasikan :
Cyberpiracy : Penggunaan teknologi computer untuk mencetak ulang software atau informasi, lalu mendistribusikan informasi atau software tersebut lewat teknologi komputer.
Cybertrespass : Penggunaan teknologi computer untuk meningkatkan akses pada system computer suatu organisasi atau indifidu.
Cybervandalism : Penggunaan teknologi computer untuk membuat program yang menganggu proses transmisi elektronik, dan menghancurkan data dikomputer
·         Perkembangan cyber crime di Indonesia
·         Di Indonesia sendiri juga sebenarnya prestasi dalam bidang cyber crime ini patut diacungi dua jempol. Walau di dunia nyata kita dianggap sebagai salah satu negara terbelakang, namun prestasi yang sangat gemilang telah berhasil ditorehkan oleh para hacker, cracker dan carder lokal.
·         Virus komputer yang dulunya banyak diproduksi di US dan Eropa sepertinya juga mengalami “outsourcing” dan globalisasi. Di tahun 1986 – 2003, epicenter virus computer dideteksi kebanyakan berasal dari Eropa dan Amerika dan beberapa negara lainnya seperti Jepang, Australia, dan India. Namun hasil penelitian mengatakan di beberapa tahun mendatang Mexico, India dan Africa yang akan menjadi epicenter virus terbesar di dunia, dan juga bayangkan, Indonesia juga termasuk dalam 10 besar.
·         Seterusnya 5 tahun belakangan ini China , Eropa, dan Brazil yang meneruskan perkembangan virus2 yang saat ini mengancam komputer kita semua… dan gak akan lama lagi Indonesia akan terkenal namun dengan nama yang kurang bagus… alasannya? mungkin pemerintah kurang ketat dalam pengontrolan dalam dunia cyber, terus terang para hacker di Amerika gak akan berani untuk bergerak karna pengaturan yang ketat dan system kontrol yang lebih high-tech lagi yang dipunyai pemerintah Amerika Serikat
2. Jenis-jenis cybercrime berdasarkan jenis aktivitasnya
Unauthorized Access to Computer System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik system jaringan komputer yang dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukan hanya karena merasa tertantang untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi. Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi internet/intranet.
Kita tentu tidak lupa ketika masalah Timor Timur sedang hangat-hangatnya dibicarakan di tingkat internasional, beberapa website milik pemerintah RI dirusak oleh hacker (Kompas, 11/08/1999). Beberapa waktu lalu, hacker juga telah berhasil menembus masuk ke dalam database berisi data para pengguna jasa America Online (AOL), sebuah perusahaan Amerika Serikat yang bergerak dibidang e-commerce, yang memiliki tingkat kerahasiaan tinggi (Indonesian Observer, 26/06/2000). Situs Federal Bureau of Investigation (FBI) juga tidak luput dari serangan para hacker, yang mengakibatkan tidak berfungsinya situs ini dalam beberapa waktu lamanya.
Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah, dan sebagainya.
Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi “salah ketik” yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku.
Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer(computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data-data pentingnya tersimpan dalam suatu system yang computerized.
Cyber Sabotage and Extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku. Dalam beberapa kasus setelah hal tersebut terjadi, maka pelaku kejahatan tersebut menawarkan diri kepada korban untuk memperbaiki data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang telah disabotase tersebut, tentunya dengan bayaran tertentu. Kejahatan ini sering disebut sebagai cyberterrorism.
Offense against Intellectual Property
Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya.
Infringements of Privacy
Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized,yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materilmaupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakittersembunyi dan sebagainya.
Cracking
Kejahatan dengan menggunakan teknologi computer yang dilakukan untuk merusak system keamaanan suatu system computer dan biasanya melakukan pencurian, tindakan anarkis begitu merekan mendapatkan akses. Biasanya kita sering salah menafsirkan antara seorang hacker dan cracker dimana hacker sendiri identetik dengan perbuatan negative, padahal hacker adalah orang yang senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu hal yang sangat berharga dan ada yang bersifat dapat dipublikasikan dan rahasia.
Carding
Adalah kejahatan dengan menggunakan teknologi computer untuk melakukan transaksi dengan menggunakan card credit orang lain sehingga dapat merugikan orang tersebut baik materil maupun non materil.
3. Jenis-jenis cybercrime berdasarkan motif Cybercrime terbagi menjadi 2 yaitu:
Cybercrime sebagai tindakan kejahatan murni :
Dimana orang yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara di sengaja, dimana orang tersebut secara sengaja dan terencana untuk melakukan pengrusakkan, pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu system informasi atau system computer.
Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu :
Dimana kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan criminal atau bukan karena dia melakukan pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan anarkis terhadap system informasi atau system computer tersebut.
Selain dua jenis diatas cybercrime berdasarkan motif terbagi menjadi
a. Cybercrime yang menyerang individu :
Kejahatan yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng yang bertujuan untuk merusak nama baik, mencoba ataupun mempermaikan seseorang untuk mendapatkan kepuasan pribadi. Contoh : Pornografi, cyberstalking, dll
b. Cybercrime yang menyerang hak cipta (Hak milik) :
Kejahatan yang dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan, mengubah yang bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi materi/nonmateri.
c. Cybercrime yang menyerang pemerintah :
Kejahatan yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan terror, membajak ataupun merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk mengacaukan system pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara.

Read more

Landasan Hukum IT di Indonesia

Ruang Lingkup Tindak Pidana Siber
Ada begitu banyak definisi cybercrimes, baik menurut para ahli maupun berdasarkan peraturan perundang-undangan. Definisi-definisi tersebut dapat dijadikan dasar pengaturan hukum pidana siber materil. Misalnya, Sussan Brenner (2011) membagi cybercrimes menjadi tiga kategori:

“crimes in which the computer is the target of the criminal activity, crimes in which the computer is a tool used to commit the crime, and crimes in which the use of the computer is an incidental aspect of the commission of the crime.”

Sedangkan, Nicholson menggunakan terminology computer crimes dan mengkategorikan computer crimes (cybercrimes) menjadi objek maupun subjek tindak pidana serta instrumen tindak pidana.

[f]irst, a computer may be the ‘object’ of a crime: the offender targets the computer itself. This encompasses theft of computer processor time and computerized services. Second, a computer may be the ‘subject’ of a crime: a computer is the physical site of the crime, or the source of, or reason for, unique forms of asset loss. This includes the use of ‘viruses’, ‘worms’, ‘Trojan horses’, ‘logic bombs’, and ‘sniffers.’ Third, a computer may be an ‘instrument’ used to commit traditional crimes in a more complex manner. For example, a computer might be used to collect credit card information to make fraudulent purchases.

Menurut instrumen PBB dalam Tenth United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders yang diselenggarakan di Vienna, 10-17 April 2000, kategori cyber crime, Cyber crime dapat dilihat secara sempit maupun secara luas, yaitu:

(a)    Cyber crime in a narrow sense (“computer crime”): any illegal behavior directed by means of electronic operations that targets the security of computer systems and the data processed by them;

(b)    Cyber crime in a broader sense (“computer-related crime”): any illegal behaviour committed by means of, or in relation to, a computer system or network, including such crimes as illegal possession, offering or distributing information by means of a computer system or network.

Convention on Cybercrime (Budapest, 23.XI.2001) tidak memberikan definisi cybercrimes, tetapi memberikan ketentuan-ketentuan yang dapat diklasifikasikan menjadi:
·   Title 1 – Offences against the confidentiality, integrity and availability of computer data and systems
·   Title 2 – Computer-related offences
·   Title 3 – Content-related offences
·   Title 4 – Offences related to infringements of copyright and related rights
·   Title 5 – Ancillary liability and sanctions Corporate Liability

Pengaturan Tindak Pidana Siber Materil di Indonesia
Berdasarkan Instrumen PBB di atas, maka pengaturan tindak pidana siber di Indonesia juga dapat dilihat dalam arti luas dan arti sempit. Secara luas, tindak pidana siber ialah semua tindak pidana yang menggunakan sarana atau dengan bantuan Sistem Elektronik. Itu artinya semua tindak pidana konvensional dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) sepanjang dengan menggunakan bantuan atau sarana Sistem Elektronik seperti pembunuhan, perdagangan orang, dapat termasuk dalam kategori tindak pidana siber dalam arti luas. Demikian juga tindak pidana dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana maupun tindak pidana perbankan serta tindak pidana pencucian uang.

Akan tetapi, dalam pengertian yang lebih sempit, pengaturan tindak pidana siber diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Sama halnya seperti Convention on Cybercrimes, UU ITE juga tidak memberikan definisi mengenai cybercrimes, tetapi membaginya menjadi beberapa pengelompokkan yang mengacu pada Convention on Cybercrimes (Sitompul, 2012):

1.      Tindak pidana yang berhubungan dengan aktivitas illegal, yaitu:
a.      Distribusi atau penyebaran, transmisi, dapat diaksesnya konten illegal, yang terdiri dari:
·         kesusilaan (Pasal 27 ayat [1] UU ITE);
·         perjudian (Pasal 27 ayat [2] UU ITE);
·         penghinaan atau pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat [3] UU ITE);
·         pemerasan atau pengancaman (Pasal 27 ayat [4] UU ITE);
·         berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen (Pasal 28 ayat [1] UU ITE);
·         menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA (Pasal 28 ayat [2] UU ITE);
·         mengirimkan informasi yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi (Pasal 29 UU ITE);
b.      dengan cara apapun melakukan akses illegal (Pasal 30 UU ITE);
c.      intersepsi illegal terhadap informasi atau dokumen elektronik dan Sistem Elektronik (Pasal 31 UU ITE);
2.      Tindakpidana yang berhubungandengangangguan (interferensi), yaitu:
a.      Gangguan terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik (data interference – Pasal 32 UU ITE);
b.      Gangguan terhadap Sistem Elektronik (system interference – Pasal 33 UU ITE);
3.      Tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang (Pasal 34 UU ITE);
4.      Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik (Pasal 35 UU ITE);
5.      Tindak pidana tambahan (accessoir Pasal 36 UU ITE); dan
6.      Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana (Pasal 52 UU ITE).

Pengaturan Tindak Pidana Siber Formil di Indonesia
Selain mengatur tindak pidana siber materil, UU ITE mengatur tindak pidana siber formil, khususnya dalam bidang penyidikan. Pasal 42 UU ITE mengatur bahwa penyidikan terhadap tindak pidana dalam UU ITE dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) dan ketentuan dalam UU ITE. Artinya, ketentuan penyidikan dalam KUHAP tetap berlaku sepanjang tidak diatur lain dalam UU ITE. Kekhususan UU ITE dalam penyidikan antara lain:
-    Penyidik yang menangani tindak pidana siber ialah dari instansi Kepolisian Negara RI atau Kementerian Komunikasi dan Informatika;
-    Penyidikan dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data;
-    Penggeledahan dan atan penyitaan terhadap Sistem Elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat;
-    Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan Sistem Elektronik, penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.

Ketentuan penyidikan dalam UU ITE berlaku pula terhadap penyidikan tindak pidana siber dalam arti luas. Sebagai contoh, dalam tindak pidana perpajakan, sebelum dilakukan penggeledahan atau penyitaan terhadap server bank, penyidik harus memperhatikan kelancaran layanan publik, dan menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum sebagaimana diatur dalam UU ITE. Apabila dengan mematikan server bank akan mengganggu pelayanan publik, tindakan tersebut tidak boleh dilakukan.

Selain UU ITE, peraturan yang landasan dalam penanganan kasus cyber crime di Indonesia ialah peraturan pelaksana UU ITE dan juga peraturan teknis dalam penyidikan di masing-masing instansi penyidik.

Semoga membantu.

Dasar Hukum:

Referensi:
1. Sitompul, Josua. 2012. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw : Tinjauan Aspek Hukum Pidana, PT. Tatanusa.
2.        Brenner, Susan W. 2001. Defining Cybercrime: A review of State and Federal Law di dalam Cybercrime: The Investigation, Prosecution and Defense of A Computer-Related Crime, edited by Ralph D. Clifford, Carolina Academic Press, Durham, North Carolina.
3.         www.warungcyber.web.id


Read more
 
Copyright CyberNet.7 © 2010 - All right reserved - Using Blueceria Blogspot Theme
Best viewed with Mozilla, IE, Google Chrome and Opera.